Kamis, 30 Januari 2014

Hubungan antara IQ,EQ, dan SQ

Hubungan Antara IQ, EQ, dan SQ dalam Membentuk Kepribadian



Memasuki abad ke-20 kita mengenal sebuah istilah populer yang berkaitan dengan kecerdasan IQ (Intelligent Quotient). Sekarang ini hampir sulit menemukan ada istilah lain selain IQ yang demikian sangat mempengaruhi seseorang dalam memandang diri mereka sendiri dan orang lain. Adalah psikolog berkebangsaan Prancis, Alfred Binet, yang pada tahun 1905 menyusun suatu test kecerdasan terstandardisasi untuk pertama kalinya. Pada awalnya Binet justru merancang test kecerdasannya ini untuk mengidentifikasi pelajar-pelajar di sekolahnya saat itu yang membutuhkan bantuan khusus, dan bukannya untuk mencari anak-anak yang berbakat luar biasa seperti yang berlangsung di kemudian hari. Lebih jauh lagi, Binet berusaha untuk memastikan bahwa anak-anak yang memiliki persoalan-persoalan dalam perilaku ini tidak lantas dianggap secara terburu-buru hanya sebagai orang yang bodoh/tidak cerdas.
Test yang dikembangkan oleh Binet ini tak lama kemudian disusun kembali oleh Lewis Terman, seorang profesor dalam bidang psikologi dari Stanford University di US. Terman menggagaskan untuk memformulasikan suatu skor nilai yang disebutnya sebagai IQ yang diperoleh dengan cara membagi ‘umur mental’ seseorang (yang didapat dari test kecerdasan Binet) dengan umurnya yang sebenarnya atau umur kronologisnya. Sekarang metoda test IQ masih digunakan terutama–seperti yang pertama kali diharapkan oleh Binet–untuk keperluan membantu para pelajar yang memerlukan pelajaran tambahan dan perhatian ekstra.
Namun sejarah membuktikan bahwa metoda ini bergerak lebih jauh lagi dalam mempengaruhi aspek-aspek pemikiran masyarakat modern dalam cara mereka memandang aspek-aspek potensi individu. Barangkali tidak ada yang salah dengan metoda penentuan IQ ini, namun peradaban modern barat ketika itu (dan hingga kini) tidak memiliki konsepsi yang utuh dalam memandang diri manusia. Wajar jika saat itu IQ yang merefleksikan kemampuan seseorang dalam menghadapi situasi-situasi praktis dalam hidupnya (aspek kecerdasan sebagai problem-solving capacity), dianggap sebagai satu-satunya atribut kemanusiaan yang paling berharga. Pandangan ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teori kecerdasan abad ke-19–paduan antara sains dan sosiologi–yang dipelopori oleh sepupu Charles Darwin, Francis Galton, pada akhir abad ke-19 secara terpisah dari apa yang dikerjakan Binet saat itu. Galton juga meyakini bahwa jika orang-orang yang memiliki banyak atribut kecerdasan ini dapat diidentifikasi dan diletakkan dalam jabatan-jabatan kepemimpinan yang strategis, maka seluruh lapisan masyarakat akan memperoleh manfaatnya.
Pada tataran selanjutnya, awal tahun 1996 istilah EQ (Emotional Intelligence) diusulkan oleh Daniel Goleman dalam bukunyaEmotional Intelligence. Belakangan ini menjadi populer pula istilah SQ (Spiritual Intelligence), yang diusulkan oleh pasangan Danah Zohar dan Ian Marshall dalam bukunya berjudul ”Spiritual Intelligence : the Ultimate Intellegence (2000). Meski secara esensial tidak terdapat sebuah terobosan ilmiah yang betul-betul baru dalam gagasan-gagasan mereka ini, namun para pakar ini telah berhasil men-sintesa-kan, mengemas, dan mempopulerkan sekian banyak studi dan riset terbaru di berbagai bidang keilmuan ke dalam sebuah formulasi yang cukup populer untuk menunjukkan bahwa aspek kecerdasan manusia ternyata lebih luas dari sekedar apa yang semula biasa kita maknai dengan kecerdasan.
Goleman mempopulerkan pendapat para pakar teori kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang konvensional tersebut. Ia menyebutnya dengan istilah kecerdasan emosional dan mengkaitkannya dengan kemampuan untuk mengelola perasaan, yakni kemampuan untuk mempersepsi situasi, bertindak sesuai dengan persepsi tersebut, kemampuan untuk berempati, dll. Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif, demikian menurut Goleman. Sementara itu Zohar dan Marshall mengikutsertakan aspek konteks nilai sebagai suatu bagian dari proses berpikir/berkecerdasan dalam hidup yang bermakna, untuk ini mereka mempergunakan istilah kecerdasan spiritual (SQ). Indikasi-indikasi kecerdasan spiritual ini dalam pandangan mereka meliputi kemampuan untuk menghayati nilai dan makna-makna, memiliki kesadaran diri, fleksibel dan adaptif, cenderung untuk memandang sesuatu secara holistik, serta berkecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya, dll.
Dalam teori kontemporer tentang sistem-sistem hidup, pikiran/kesadaran bukanlah sebuah objek atau entitas benda, namun sebuah proses. Proses ini adalah proses kognisi – proses untuk memahami–proses berkecerdasan, yang teridentifikasi dengan proses kehidupan itu sendiri. Teori kontemporer ini dikenal dengan sebutan Teori Kognitif Santiago, yang digagaskan oleh Humberto Maturana dan Fransisco Varela, dari Universitas Santiago, Chili.
Hubungan antara pikiran, atau kognisi dengan proses hidup, merupakan hal yang sama sekali baru dalam dunia sains modern, namun telah lama dikenal dalam tradisi-tradisi lama. Peradaban pramodern dalam berbagai tradisi kebudayaannya memandang bahwa kesadaran rasional/pikiran manusia hanyalah satu aspek dari jiwa manusia sejati yang immateri. Oleh karena itu, dikotominya yang paling mendasar tidak terletak antara tubuh (body) dengan pikiran (mind), namun antara tubuh (body) dengan jiwa (soul), atau tubuh (body) dengan ruh (spirit) . Perbedaan antara jiwa dengan ruh berfluktuasi di setiap zaman dan hampir dianggap tak signifikan lagi perbedaannya pada masa kini.
Dalam bahasa agama, EQ adalah kepiawaian menjalin “hablun min al-naas”. Pusat dari EQ adalah “qalbu”. Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.
Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain karena orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat.
Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) seperti self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation (mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) sepertiempathy, kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik.


Sedangkan SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.  Dengan kata lain, SQ adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi dan intelektualnya. Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik), Mind (Psikis) and Soul (Spiritual).
Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi terkapling-kapling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Seseorang yang mempunyai tingkat kecerdasan spiritual (SQ) tinggi cenderung menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian, yaitu seseorang yang bertanggungjawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih kepada orang lain dan memberikan petunjuk penggunaannya. Dengan kata lain seseorang yang memberi inspirasi kepada orang lain.
Tindakan atau langkah seseorang yang memiliki SQ yang tinggi adalah langkah atau tindakan yang mereka ambil menyiratkan seperti apa dunia yang mereka inginkan ini adalah perjalanan dari pengertian (awareness) menuju kesadaran (consciousness).
Sogyal Rinpoche mengatakan dalam The Tibet an Book of Living and Dying, “Spiritualitas sejati adalah menjadi sadar bahwa bila kita saling tergantung dengan segala sesuatu dan semua orang lain, bahkan pikiran, kata dan tindakan yang paling kecil dan tak penting memiliki konsekuensi nyata di seluruh alam semesta”. Semua individu SQ yang tahu mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan, selalu bertindak dari misi yang sama, untuk membawa tingkat-tingkat baru kecerdasan dalam dunia. Orang membutuhkan perkembangan “kecerdasan spiritual (SQ)” untuk mencapai perkembangan diri yang lebih utuh.


Rabu, 29 Januari 2014

Tidur Sehat Ala Rasulullah SAW

TIDUR SEHAT ALA RASULULLAH SAW
“setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat yang tepat untuk suatu penyakit maka sembuhlah si penderita dengan izin Allah Azza Wa Jalla.” (HR. Jabir ra)

Jam-jam tidur setiap manusia berbeda-beda, tergantung pada frekuensi kegiatan dan jam-jam sibuk orang itu. Akan tetapi ada waktu, dimana tidur akan membawa mimpi buruk, karena pada saat itu terjadi perpindahan suasana, seperti pada waktu shalat shubuh atau waktu ashar (sore hari). Tidur tidak selamanya menyehatkan.

         
          Tidur dengan posisi terlentang dan menelengkup misalnya, sebagaimana yang direkam Abu Umamah dalam Musnad dan Sunan Ibnu Majah. Dalam riwayat itu Abu Ummah menyebutkan bahwa nabi pernah lewat di hadapan seorang lelaki yang sedang tidur menelengkup maka beliau menyepakkanya dengan kaki beliau sambil bersabda: “bangun dan duduklah! Inilah tidurnya para ahli neraka!”.

          Masih dengan tidur tentang posisi menelengkup Hippocrates ikut membagi tipsnya sebagai yang tertuang dalam buku at-taqdimah. Dalam buku ini Hippocrates menyebutkan: “kalau seorang yang sakit tidur menelungkup, padahal pada waktu sehat ia tidak terbiasa tidur demikian. Itu menunjukkan otaknya tidak beres, atau memang ada penyakit di sekitar perutnya.

          Terkait dengan waku tidur, disinyalir bahwa tidur siang menimbulkan penyakit akibat kelembaban tubuh, semisal merusak pigmen tubuh, menyebabkan penyakit empedu, menyebabkan kemalasan dan melelahkan syahwat.

          Dalam hal ini, tidur siangdigolongkan menjadi tiga macam: hkuluq, hkuruq, dan humuq.
1.   hkuluq adalah tidur di tengah hari. Disebut hkuluq (ahklak) karena itu adalah kebiasaan Rasulullah SAW.
2.   hkuruq adalah (perusak) adalah tidur di waktu dhuha.
3.   humuq (kebodohan) adalah tidur di waktu ashar.

Seorang ahli syair mengatakan: “sesungguhnya tidur di waktu dhuha adalah dapat menyebabkan kemalasan bagi para pemuda, tidur ashar dapat menimbulkan gila”.

Tidur dibawah sengatan matahari juga dapat memicu timbulnya penyakit terpendam. Tidur antara sinar matahari dengan tempat teduh juga tidak baik. Diriwayatkan dari Abu Daud dalam sunan-nya dari hadist Abu Hurairah, ia menceritakan: Rasulullah SAW bersabda: “kalau salah satu diantara kalian berada dibawah matahari, tiba-tiba terkena teduh sehingga sebagian tubuhnya di bawah sinar matahari dan sebagian lagi ditempat teduh maka hendaknya ia bangkit”.

Secara logis hal ini mudah dipahami, karena cahaya matahari menyebabkan berbagai penyakit seperti tekanan panas klenger (sunstroke), kejang otot (cramp), dan lain-lain. Penyakit-penyakit yang timbul karena cahaya matahari ini memiliki aneka ragam ciri dan gejala, yang untuk lebih detailnya memerlukan penjelasan sendiri. Berbaring ke sebelah kanan.

Masih dari buku Metode Pengobatan Rasulullah SAW Ibnu Qayyim Al-Jauziah bahwa tidur mempunyai dua faedah besar. Pertama, mengistirahatkan seluruh anggota tubuh sehingga terbebas dari rasa lelah, panic indera juga merasa nyaman, terlepas dari kerja berat saat terjaga dan melenyapkan segala kepenatan ada. Kedua, sempurnanya metabolisme makanan dan proses pembakaran. Karena panas alami tubuh pada saat tidur menggeletak keseluruh tubuh sehingga membantu proses tersebut. Dengan demikian secara lahiriah, tubuh menjadi dingin. Dan karena ini pulaorng yang tidur cenderung membutuhkan selimut.

Berkenaan dengan cara tata cara tidur, Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh bukhari dan muslim dari bara’ bin azib: “bila kamu akan mendatangi tempat tidur maka berwudhulah seperti wudhu yang kamu laksanakan kertika akan shalat, kemudian berbaringlah diatas bagian tubuh sebelah kanan, lalu ucapkanlah: “ya Allah! Kuserahkan diri kepada-Mu, kuhadapkan waktu kepada-Mu, kuserahkan persoalan kepada-Mu, kuserahkan punggungku kepada-Mu. Tidak ada rempat bersandar dan tempat menyelamatkan diri dari (murka)-Mu kecuali kepada-Mu, aku beriman kepada kitab yang Engkau turunkan dan nabi yang Engkau utus!”.

Rahasia medis dari posisi Rasulullah telah di ungkapkan para ilmuan. Diantara disebutkan bahwa posisi tidur dengan berbaring ke sebelah kanan berefaedah membantu pencernaan, mengistirahatkan kerja jantung, melemaskan, dan membebaskan anggota tubuh.

Tidur yang paling efesien adalah berbaring ke sebelah kanan agar makanan bisa berada pada posisi yang ‘pas’ dalam lambung yang mengendap secara proposional. Karena lambung cenderung miring ke sebelah kiri sedikit. Lalu beralih ke sebelah kiri sebentar agar proses pencernaan makanan lebih cepat karena lambung mengalir ke lever, baru kemudian di lanjutkan dengan berbaring ke sebelah kanan saja agar cepat tersuplai dari lambung. Jadi berbaring ke sebelah kanan dilakukan di awal tidur dan di akhir tidur. Terlalu banyak berbaring ke sebelah kiri membahayakan jantung dan menyebabkan seluruh organ mengarah ke jantung, sehingga banyak unsur tubuh yang menyerang jantung.



Semoga bermanfaat

Rangkuman Buku

Judul Buku               : Menikmati Hidup Cara Rasulullah SAW 
Tebal Buku              : 278 Halaman
Penulis                     : H A M B A
Penerbit                   : Pustaka Ibnu Abbas
Kota Terbit               : Depok
Tahun Terbit             : 2010

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Berikut ini adalah kesimpulan yang saya ambil dari buku yang berjudul :
“ MENIKMATI HIDUP CARA RASULALLAH SAW “
Buku ini berisi cara-cara hidup rasulallah SAW yang dapat di terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Berikut ini adalah kesimpulannya :

1.    Mengapa Meski Muhammad SAW?
·         Sosok yang satu ini benar-benar lain dari yang lain. Dari mulai fisik hingga rohaninya sangat mengaggumkan kawan dan lawan. Tidak ada celah padanya yang logis untuk dicela. Bahkan sebaliknya, kebaikan yang mengagumkan manusia sepanjang zaman ada padanya. Kelakuannya secara umum tenang dan tentram. Beliau gagah beran, namun memiliki senyuman yang sangat memikat. Kemampuan intelektualnya tidak diragukan, daya imajinasinya sangat tinggi dan ekspresnya sangat dalam. Beliau dikenal sebagai seniman bahasa di kalangan sastrawan. Demikianlah terkumpul secara sempurna keempat tipe manusia agung ini ( Nabi Muhammad SAW) : pekerja, pemikir, pengabdi dan seniman.

2.    Tidak mempermasalahkan masalah
·         Keridhoan semua orang dalam satu masalah adalah mustahil. Kerelaan manusia adalah misterius tak dapat dijangkau. Dalam meniti hidup dan mengisi kehidupan kita harus bisa bersikap toleran. Jangan menyiksa diri dengan mencari-cari masalah, jangan membangkitkan dan jangan suka memperdebatkannya.

3.    Akui kesalahan dan tidak angkuh
·         Janganlah kita terburu-buru berkomentar atau mengkritik boleh jadi bahwa interupsi bernada protes dalam posisi yang kurang tepat. Namun yang menjadi prinsip adalah kesigapan dan kemampuan mengatasi dan mengendalikan situasi dan kondisi. Oleh karena itu, apabila ita berharap orang lain mau menerima nasehat dari kita maka posisikan diri kita terlebih dahulu siap menerimanya.


4.    Tidak menggurui
·         Dalam bersikap menghadapi orang yang berbuat kesalahan, obatilah kesalahannya dengan cara yang dapat dirasakannya sebgai obat buatannya sendiri.

5.    Ucapan yang menyejukkan
·         Member nasehat yang terbaik adalah dalam bentuk usulan. Dalam setiap upaya menasehati, usahakan menggunakan tuturkata dan kalimat-kalimat menyejukkan, bersahabat, tidak menggurui serta dalam bentuk usulan.


6.    Singkat, padat, dan  jangan berdebat
·         Jika kita menasehati seseorang harus dengan kata-kata yang singkat, padat dan tanpa ada perdebatan. Disamping singkat kata-katanya dalam member nasehat, hendaknya diupayakan juga menghindari perdebatan, hindari emosi dan jangan mudah terpancing ke dalam alam perdebatan. Kalau mendebat menjadi “tuntutan”, pandai-pandailah memilih antara yang mengantarkan kepada kebaikan dengan yang mengantarkan kepada keburukan.

7.    Menghadapi keburukan dengan kebaikan
·         Bila kita disakiti orang lain dalam bentuk ejekan, sindiran, atau appun lebih berlapang dada, elegan, dan selalu siap untuk memaafkannya. Kita juga harus mempertimbangkan sabar dan takwa dalam membalasnya.

8.    Menghindari sirik dan dengki
·         Kita harus menghindari sirik / dengki dengan cara : Pertama, berlindung kepada Allah dari kejahatan orang yang dengki. Kedua, bertakwa kepada Allah. Ketiga, bersabar menghadapi musuh. Keempat, bertawakal kepada Allah SWT. Kelima, mengosongkan hati dari pemikirannya. Keenam, menghadapkan diri kepada Allah, ikhlas kepada-Nya, dan selalu mencari ridha-Nya. Ketujuh, bertaubat kepada Allah SWT. Kedelapan, bersedekah dan beramal saleh. Kesembilan, memadamkan kedengkian. Kesepuluh, ikhlas dalam meng-esa-kan Allah SWT.

9.    Tidak banyak omong
·         Untuk mengantarkan seseorang untuk selalu berhati-hati, memikirkan dan dan merenungkan apa yang akan diucapkannya.

10. Meski berbeda, kita tetap bersaudara
·         Bahwa ‘perbedaan’ yang akan selalu menghiasi kehidupan kita tidak perlu dipemasalahkan selama tidak dalam koridor merubah hikum-hukum Allah SWT dan prinsip-prinsip aqidah.

11. Tidak membunuh diri dengan kesedihan
·         Janganlah kita terlalu larut dalam kesedihan, kita harus ikhlas menerima apa yang telah ditakdirkan Allah SWT kepada kita. Karenga dalam QS. At- Taubah Allah SWT berfirman yang artinya : Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindng kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman bertawakal.

12. Siap kecewa
·         Kita meski menyadari bahwa kehidupan ini seluruhnya, slih bergantinya antara tangis dan tawa, sedih dan gembira, yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Tersimplkan, bahwa semuanya dakam konteks ujian hidup bagi manusia.

13. Pastikan kesalahan sebelum menasehati
·         Kita harus memastikan terlebih dahulu kedudukan maupun kondisi orang yang ingin kita nasehati karena menunda atau menggunakan cara yang lebih baik dab lebih ringan dan meringankan harus menjadi pertimbangan utama dalam menasehati seseorang sesuai dengan methode Nabi Muhammad SAW.

14. Pegang teguh prinsip
·         Dalam permasalahn yang menyangkut soal aqidah, harus ditempatkan pada posisi prinsip yang tidak kenal kompromi, apapu kondisi dan resikonya.

15. Kesankan yang baik kepada orang lain
·         Mengesankan yang baik kepada orang lain demi kebaikan adalah salah satu kunci keberhasilan Rasulullah SAW membangun masyarakat, bangsa dan Negara dalam kurun waktu relative singkat, disamping penegakan hokum dan aturan yang tegas. Maka kita harus bisa mengesankan baik kepada orang lain.

16. Menghindari kebangkrutan
·         Kehidupan ini seperti roda yang berputar, pada waktu yang lain bagai musim silih berganti, dan kadang merupakan kejadian yang menyedhkan atau menggembirakan. Rasa kegembiraan yang harus ditanam dalam benak akan keyakinan bahwa ketika ‘kita disakiti orang lain’ dan kita bersabarm tidak mmebalas karena Allah SWT, berarti kita telah memiliki tabungan yang akan kita nikmati hasilnya kelak di hari kiamat.


17. Tidak menjelekkan orang lain
·         Jika kita hendak mengkritik, mengoreksi, mengarahkan seseorang kita harus menggunakan kata-kata dan kalimat yang tidak menyinggung perasaan orang lain dan tanpa menjelekkan orang lain.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Seminar Mahasiswa

Peran Mahasiswa Dalam Membentuk Peradaban Islam



Hari/Tanggal   : Minggu, 13 Oktober 2013
Tempat            : Pusat Studi Bahasa Jepang, Universitas Indonesia
Waktu              : 08.00 wib

Pembicara :

1)  KH. Abdul Wahid, Lc, M.E.I 
     (Pemateri Radio Fajri 99,3 FM)

2)  Ust. Wahyu Gumilang, S.Pd.I

     (Pemateri Radio Fajri 99,3 FM)



Oleh : Ust. Abdul Wahid, Lc, M.E.I
Empat Sisi Kehidupan Pribadi Muslim
- Masjid (Q.S. At-Taubah:18)
- Lingkungan (Q.S. At-Tahrim:6)
- Sekolah (Q.S. Al-Mujadillah:11)
- Keluarga
Apa yang harus dipersiapkan oleh seorang calon pelajar/mahasiswa?
Mental:
Sudah siapkah kita untuk menerima segala pemahaman baik yang buruk atau yang sangat buruk ?
Niat:
 إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ (أَوِ امْرَأَةٍ) يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Niat memiliki dampak yang sangat kuat pada perbuatan seorang pencari ilmu di kemudian hari. Berapa banyak amalan yang besar, namun dikecilkan oleh niat. Dan berapa banyak amalan yang kecil dibesarkan oleh niat.

Apakah ilmu yang kita cari ?
Alloh Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
Surat Ali Imron (3): 18
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Surat az Zumar (39): 9
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
 Inti dari sebuah ilmu adalah ?
Rasa takut… Ketika ilmu bisa menambah rasa takut kita kepada Alloh Subhaanahu wa Ta’ala ketahuilah itulah ilmu yang dimaksud.. Karena Alloh Subhaanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Faathit (37):
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
Dengan demikian ilmu adalah hal-hal yang berasal dari Alloh Subhaanahu wa Ta’ala. yaitu Wahyu… Al-Qur’an dan As Sunnah.
Manusia muslim merupakan manusia yang paling percaya diri, karena pada mereka terdapat jutaan bahkan milyaran ilmu… Namun permasalahan besar adalah kembali kepada seorang muslim itu sendiri…
2 kisah masyhur:
1. Kisah seorang dosen yang mengatakan al-Qur’an hanya di lauh mahfuzh.
2. Kisah seorang ustadz dengan hidangan teh manisnya kepada seorang pendeta.
Adab:
Adab merupakan hal terpenting yang tak dapat ditinggalkan oleh seorang pencari/penuntut ilmu
Adab yang paling utama adalah adab kepada Alloh subhaanahu wa ta’ala.
            أما المتعلم فينبغي له تقديم طهارة النفس عن رذائل الأخلاق ومذموم الصفات . إذ العلم عبادة القلب .
            وينبغى له قطع العلائق الشاغلة، فان الفكرة متى توزعت قصرت عن إدراك الحقائق .
            وعلى المتعلم أن يلقى زمامه إلي المعلم اللقاء المريض زمامه إلي الطبيب، فيتواضع له ، ويبالغ فى خدمته .
قال على رضى الله عنه : إن من حق العالم عليك أن تسلم على القوم عامة، وتخصه بالتحية، وأن تجلس أمامه، ولا تشير عنده بيدك، ولا تغمزن بعينك، ولا تكثر عليه السؤال، ولا تعينه فى الجواب،

Apakah selesai penuntutan/pencarian kita akan ilmu dengan sebatas penerimaan ijazah ?
Satu hal yang harus diingat selalu adalah: AMANAH ILMU…
Sabda Rosululloh :
لا إيمان لمن لا أمانة له ولا دين لمن لا عهد له
“Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)
Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i, amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan.
            إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.(An-Nisa: 58).
Surat al-Baqoroh: 208
            يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Surat at-Tahrim: 6
            يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
 Surat at-Taubah: 18
            إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
  Surat al-Mujadilah: 11
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
 Surat al-A’roof: 96
            وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
 Hadits-hadits keutamaan menuntut ilmu:
أن النبى صلى الله عليه وآله وسلم قال : ” فضل العالم على العابد كفضل القمر ليلة البدر على سائر الكواكب، وإن العلماء ورثة الأنبياء، وإن الأنبياء لم يورثوا ديناراً ولا درهماً، وإنما ورثوا العلم، فمن أخذ به أخذ بحظ وافر ” . صحيح سنن أبي داود
            وعن صفوان بن عسال رضى الله عنه، أن النبى صلى الله عليه وآله وسلم قال : ” إن الملائكة لتضع أجنحتها لطالب العلم رضى بما يطلب ” رواه الإمام أحمد، وابن ماجة .


Oleh Ust. Wahyu Gumilang, S.Pd.I
DAKWAH SARANA MENUJU PERADABAN ISLAM
Dakwah         : Etimologi dari bahasa arab yaitu seruan, ajakan, dukungan, permohonan/permintaan.
·         Terminologis = ajakan/seruan kepada kebaikan dan keselamatan dunia akhirat. (Q.S. Yunus : 25) (Q.S. Al-Qur’an : 221)
·         Syar’i = sebagai kegiatan mengajak, mendorong, dan memotivasi orang lain berdasarkan ilmu untuk meniti jalan Allah serta berjuang bersama meninggikan agama-Nya. (Q.S. Yusuf : 118)

Kenapa kita harus berdakwah ?
·         Dakwah jalan perubahan yang ditempuh oleh para rasul (Q.S. Yusuf : 108)
·         Dakwah merupakan tugas dan peran kekhalifahan Syari’yyah (Q.S. An-Nuur : 55)
·         Besarnya pahala dakwah
·         Kebutuhan manusia terhadap dakwah
·         Dakwah upaya mengeluarkan manusia dari keelapan/keterpurukan ruhani